Pendahuluan
Badai krisis keuangan global sedang melanda dunia saat ini. Inilah dampak perekonomian dunia yang saling terkait antar negara dengan negara lain. Krisis yang bermula hanya dari program Subprime Mortgage Amerika Serikat. Subprime mortgage atau program KPR-nya Amerika ini ditujukan untuk rakyat miskin yang jumlahnya kurang dari 20% rakyat Amerika. Skema program ini dibiayai dengan dana bank dengan persyaratan yang sangat lunak, bahkan ada cerita yang berkembang saat itu dengan istilah NINJA; No Income, No Job, No Asset. Para NINJA inipun memperoleh program ini. Bayangkan, bagaimana mereka akan mengembalikan kredit perumahan bila statusnya NINJA? Dari sinilah krisis mulai menjalar, bank kehabisan darah segar, likuiditas perbankan kacau balau. Celakanya, bank-bank besar Amerika melakukan hal yang sama, sehingga untuk meminjam dana likuiditas pun susah sekali dan apabila ada dengan suku bunga yang sangat tinggi. Mau pinjam likuiditas ke bank sentral Amerika akan mengakibatkan dianggap perbankan yang bermasalah.
Alternatif lain,... menarik dana yang ada di cabang-cabang yang tersebar di seluruh dunia yang ditanamkan dalam berbagai bentuk rupa di pasar modal. Akhirnya pasar modal yang terkait dengan perbankan tersebut mengalami penurunan yang tajam. Ditambah lagi perbankan dan investor negara lain ada yang menanamkan dananya ke saham perbankan yang ada di Amerika. Terjadilah kait-mengait yang akan menyeret banyak investor baik lembaga atau individu di seluruh dunia. Beginilah krisis keuangan global terjadi dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Inilah dampak globalisasi ekonomi dunia.
Lantas, bagaimana sikap kita terhadap globalisasi yang sedang melanda dunia ini? Ada yang pro dan kontra. Jagdish Bhagwati (2004) misalnya, mengungkapkan kenapa kontra terhadap globalisasi.
Globalisasi ; Sikap Pengambil Kebijakan
Gelombang globalisasi tidak dapat dibendung lagi. Ia akan terus menggelinding dan akan menggilas bagi yang menghadangnya. Mampukah kita mengiringi arus globalisasi ini? Berkah atau justru kutukan bagi kita? Semua tergantung dari kita memandangnya. Namun yang jelas, ini sebuah peluang bagi kita / bangsa yang optimis. Walaupun demikian, tidak serta merta kita telan mentah-mentah apa yang datang dari globalisasi, apa yang diinginkan oleh era liberalisasi perdagangan dan investasi yang menjadi kata kunci globalisasi. Sikap yang perlu dikembangkan adalah ketegasan menolak unsur-unsur globalisasi yang memang nyata merugikan rakyat banyak, bukan malah seperti kerbau yang dicokok hidungnya, bukan nurut manut pada IMF yang hanya beberapa hari saja di Indonesia lalu mengatur seenaknya perekonomian Indonesia, tahu apa mereka terhadap Indonesia yang luas dan majemuk ini? Ya, realita menunjukkan lain, para pejabat atau mungkin para penjahat, hanya manut manut saja atas privatisasi BUMN, merger perbankan, dan penghapusan subsidi untuk rakyat kecil, dalam menyikapi krisis moneter 1997. Kata kuncinya adalah mengambil sikap tegas menolak bila memang unsur-unsur globalisasi merugikan rakyat banyak dan tidak manusiawi. Lindungi rakyat seperti amanah UUD kita. Itulah sikap pertama.
Sikap yang kedua, bahwa gerakan anti globalisasi adalah sesuatu yang akan tetap berguna asalkan, gerakan tersebut anti terhadap unsur-unsur tertentu globalisasi bukan pada globalisasi itu sendiri. Sebab menolak seluruh globalisasi dengan berbagai piranti ideologinya adalah hal yang hampir mustahil bisa dilakukan. Ibarat manusia yang keluar dari fitrahnya.
Untuk bisa menganggap globalisasi sebagai peluang, tentu harus punya kesiapan menghadapinya. Kesiapan yang mutlak adalah, SDM yang handal dan berdaya saing tinggi (high competitive). High competitive itu ditentukan oleh sejauh mana kita menjadi manusia-manusia yang efektif dan efisien. Sudahkah kita menjadi manusia efektif dan efisien? Sudahkah keuangan negara efektif dan efisien melayani rakyat? Sudahkah efektif dan efisien para pelayan masyarakat menjalankan tugasnya? Sudahkah kita semua secara keseluruhan efektif dan efisien? Sepertinya, jawaban yang tepat adalah belum semuanya kita efektif dan efisien dalam melakukan setiap peran kita dalam mengelola bangsa dan negara ini.
Dengan memiliki kualitas SDM yang competitive, berkarakter dan memiliki integritas yang kuat, globalisasi sebagai peluang ini akan mudah dikendalikan. Globalisasi yang sudah lari tunggang langgang ini sehingga mengakibatkan krisis keuangan global, akan mudah kita arahkan dan kontrol ke arah yang lebih baik dan manusiawi. Menghilangkan unsur-unsur ketidakadilan ekonomi dan spekulatif sebagai akibat informasi yang mixed, dan kita menjadi pemenang bukan pecundang atau objek globalisasi yang selalu kalah dan dirugikan oleh orang-orang dan bangsa-bangsa yang ingin memanfaatkan globalisasi untuk menguasai dan menguras sumber-sumber ekonomi negara lain.
3 komentar:
Sudah bisa diseting "baca selengkapnya..." ya Pak Legi, selamat deh....
oks thks
boleh juga sih...ths infony
Posting Komentar